Studio Velvet Audiotorium Blitz Megaplex,Pasicfic Place
Dan Studio Premiere di Cinema XXI
VS
LAYAR TANCAP
Dan Studio Premiere di Cinema XXI
VS
LAYAR TANCAP
Saya tergelitik lucu ketika membaca di sebuah Koran SINDO, Senin, 24 Maret 2008, dihalaman 29 dengan judul.”Nonton Bioskop bak RAJA”. Koran ini sudah lama sekali mungkin saya tertinggal satu bulan. Apa sebab yang membuat saya geli ketika membaca head line Koran ini, saya teringat dengan sebagian besar rakyat Indonesia yang masih banyak mengandalkan tempat hiburan yang bisa di bilang amat terlalu sederhana dan merakyat. LAYAR TANCAP…!.
Saya ingin membandingkan antara kemegahan dan kemewahan dengan kesederhanaan dan kerakyatan. Bisa dilihat perbedaannya dibawah ini;
1.Studio Velvet Audiotorium Blitz Megaplex ;
Saya ingin membandingkan antara kemegahan dan kemewahan dengan kesederhanaan dan kerakyatan. Bisa dilihat perbedaannya dibawah ini;
1.Studio Velvet Audiotorium Blitz Megaplex ;
- Sofa bed yang bisa diatur sesuai dengan keinginan, untuk sandaran kepala dan pijakan kaki. Disofa bed disediakan beberpa perlengkapan, antara lain selimut, sandal, kaus kaki, bantal, dan meja kecil yang terletak di bagian samping sofa bed. Juga ada service button di setiap sofa bed yang berfungsi untuk memanggil staf.
- Satu set sofa bed diperuntukkan bagi dua orang, ada 17 pasang sofa bed.uang tunggu khusus yang dilengkapi dengan bar untuk memesan makanan dan minuman, yang bisa dibawa ke studio. Jenis makanan bervariasi dari makanan ringan hingga berat.
- Membeli tiket diloket tidka perlu antre.
- Harga lebih dari Rp. 200.000.
2.Studio premiere di Cinema XXI
- Sofa kulit yang lebar, dipinggiran sofa dan meja kecil untuk menaruh makanan dan minuman. Sofa juga bisa diatur sesuai keinginan.
- Ada lobi kecil sebagian ruang tunggu yang juga dilengkapi dengan bar.
- Jumlah kursi terbatas.
- Karena kapasitas kursi terbatas, penonton tidak perlu antre membeli tiket.
- Harga Rp. 100.000
Kelemahan ;
- 1.Kapasitas yang dibatasi bisa mengecewakan konsumen yang berminat nonton.
- 2.Kemungkinan konsumen tertidur karena fasilitas bak seperti ditempat tidur.
- 3.Mempermudah akses free sex jika di sediakan selimut dan sofa bed untuk konsumen non pasangan pasutri.
VS LAYAR TANCAP;
- Lapangan luas, penyelenggara biasanya yang punya hajatan.
- Tidak ada bangunan gedung sehingga tak ada batasan kapasitas.
- Tidak ada bangku-bangku, berdiri atau duduk di rumput-rumput.
- Makanan-minuman banyak sekali di jual di pinggir lapangan, biasanya pedagang kecil bergerobak dari, tukang baso sampai tukang jual kue pancong, dari tukang jual es campur sampai tukang jual bajigur. Menimbulkan rejeki para pedagang.
- Tidak ada tiket, tidak perlu antre dan masuk GRATIS
Kelemahannya ;
- Tidak ada bangunan yang menutup langit-langit sudah jelas jika hujan KEHUJANAN.
- Gampang memicu tawuran dan keributan.
- Tak ada aturan apapun memudahkan minuman keras mudah diperoleh.
- Tak ada batasan jam main dan tutup, kebebasan tanpa batas tinggi.
- Hiburan yang sangat rakyat dan rejezi pedagang gerobak dorong meraup untung besar.
*** Nah, bagaimana saya tidak geli jika hanya untuk sebuah hiburan dan kesenangan di studio mewah dan megah harus merogoh kocek Rp 100.000 – 200.000 sedang untuk hiburan rakyat hanya GRATIS. Sebagian masyarakat yang sudah level mengenal kenyamanan personal dengan pendapatan besar sudah barang tentu akan mengejar dan mencari sebuah keloyalitasan yang segala sesuatunya ingin di layani dan nyaman.
Tapi bagaimana dengan sebagian masyarakat kita yang lain sementara golongan ini bagai 1:5, mungkinkah mereka mengejar dan mencari kenyaman sedang mungkin saya rasa terpikir pun tidak karena sebuah hiburan adalah suatu undian/hadiah yang hanya bisa di nikmati jika ada salah satu rakyat yang mampu yang masih memikirkan sekeliling dan berbagi atau suatu adat istiadat yang menjadi suatu kebiasaan hajatan barulah masyarakat mendapat hiburan. Begitu jauhkah jenjang batasan sebuah hiburan yang didapat antara masyarakat menengah keatas dengan masyarakat ke bawah?.
Justru dibalik geli dengan perbandingan itu saya menjadi miris hati, bagaimana tidak, Rp. 100.000 – 200. 000 bagi golongan menengah keatas hanya akan habis dalam durasi film itu habis sekitar 1- 2 jam misalkan, sedangkan uang segitu untuk masyarakat bawah dapat digunakan untuk 1 bulan biaya makan mereka. Sungguh, sangat miris… kesenjangan ini?...
Tapi bagaimana dengan sebagian masyarakat kita yang lain sementara golongan ini bagai 1:5, mungkinkah mereka mengejar dan mencari kenyaman sedang mungkin saya rasa terpikir pun tidak karena sebuah hiburan adalah suatu undian/hadiah yang hanya bisa di nikmati jika ada salah satu rakyat yang mampu yang masih memikirkan sekeliling dan berbagi atau suatu adat istiadat yang menjadi suatu kebiasaan hajatan barulah masyarakat mendapat hiburan. Begitu jauhkah jenjang batasan sebuah hiburan yang didapat antara masyarakat menengah keatas dengan masyarakat ke bawah?.
Justru dibalik geli dengan perbandingan itu saya menjadi miris hati, bagaimana tidak, Rp. 100.000 – 200. 000 bagi golongan menengah keatas hanya akan habis dalam durasi film itu habis sekitar 1- 2 jam misalkan, sedangkan uang segitu untuk masyarakat bawah dapat digunakan untuk 1 bulan biaya makan mereka. Sungguh, sangat miris… kesenjangan ini?...
No comments:
Post a Comment