Musik tidak hanya asyik dinikmati oleh pendengaran tapi bermain musik lebih asyik lagi, disini ada situasi yang berbeda antara mendengar dan memainkan. Mendengar hanya fokus pada perhatian mata dan pendengaran sedang memainkan musik fokus pada perhatian gerakan (tangan dan kaki) untuk memainkan alat, pengolahan pikiran dan emosi.
Musik dapat menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan sehingga mempunyai kemampuan untuk perkembangan intelektual, dan untuk anak-anak sangat baik. Sekaligus membuat anak pintar bersosialisasi. Tapi tidak semua jenis musik mempunyai pengaruh positif.
Musik yang memiliki ketiga unsur inilah yang digunakan untuk pendidikan dan alat mempertajam kecerdasan manusia. Dalam otak manusia terdapat reseptor (sinyal penerima) yang bias mengenali musik.
Jika anak terbiasa mendengar musik yang indah, bnayak sekali manfaat yang akan dirasakan anak. Tidak saja meningkatkan kognisi anak secara optimal, juga membangun kecerdasan emosional.
Hasil penelitian Prof. Gordon Shaw dari Universitas California, Los Angeles, membagi sekelompok anak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok belajar musik, belajar computer, dan belajar keterampilan. bahwa :
- Kelompok belajar musik menunjukkan perkembangan yang dramatis yaitu 34 % lebih cerdas dari kelompok kedua dan ketiga.
- Kelompok belajar musik menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar nyanyi dan alat musik instrument dapat memperoleh mental yang lebih baik dari anak-anak yang tidak belajar bermain musik.
- Kelompok belajar musik dapat mengajarkan anak-anak untuk dapat memperhatikan dan mengingat sesuatu, dan dapat membantu memperbaiki koordinasi dan keterampilan jasmani lainnya.
Penelitian ini melibatkan 132 siswa SD di Kanada. Dibagi dalam 4 kelompok, yaitu ;
1. Belajar piano selama satu minggu.
2. Belajar bernyanyi.
3. Belajar drama.
4. Tidak mengikuti apa-apa.
Lalu semua partisipan mengikuti test IQ pada pemulaan dan akhir semester. Hasilnya semua yang mengikuti kegiatan nilai rata-ratanya naik. Tapi anak-anak yang mengikuti pelajaran piano dan nyanyi mendapat nilai lebih. IQ mereka naik rata-rata menajdi 7,0 dibanding dengan nilai 4,3 untuk anak-anak di 2 kelompok itu.
Pada penelitian yang berbeda menjelaskan bahwa musik klasik dari beberapa komposer memiliki manfaat yang berbeda. Misalkan musik Mozart yang diperdengarkan di Edmonton, Kanada, musik gesek kuartet Mozart di beberapa taman yang dikenal rawan kejahatan. Hasilnya para pejalan kaki tampak lebih tenang.
Karena musik ini komplek strukturnya dan akan memicu pembentukan pola sel saraf (neuron) yang kompleks pula. Proses ini dibutuhkan saat terjadi aktivitas otak yang tinggi, seperti menyelesaikan matematika atau bermain catur. Cenderung repetitive, otomatis pola sel saraf menjadi sederhana pula. Mereka yang menggemari musik Mozart akan meningkatkan konsentrasi dan bagi anak-anak meningkatkan kecerdasan.
Musik Mozart mudah dihayati ketika didengarkan, charming, polos, penuh humor, cerdas, dan mampu mengajak menggali yang terbaik dalam diri kita. Seperti mendengarkan nomor Piano Concerto in C Mayor atau Piano Concerto In A Mayor.
Namun menurut penulis Don Campbell, dengan bukunya The Mozart Effect berbeda lagi dengan musik karya Johann Sebastian Bach. Sebastian memiliki otak matematika jenius, atau yang menghanyutkan seperti karya Beethoven.
**** Bagaimana dengan anak-anak INDONESIA? Berapa banyak yang bisa bernyanyi, bermain musik atau bahkan mengenal karya komposer seperti J. Sebastian Bach, Beethoven atau Mozart? Mungkin saya rasa hanya segelintir orang yang mendapat kesempatan belajar musik dan mengenal karya-karya mereka dan mendapat manfaat dari musik tersebut.
Bagaimana dengan segelintir yang lain yang jumlahnya banyak itu bahkan saya rasa mereka hanya akan nyengir kuda…, karena dalam pikiran mereka jangan kan memikirkan anak-anak akan pintar sedang untuk makan pagi saja mereka harus susah payah mendapatkan kesempatan hanya untuk sesuap NASI, dan kadang pun mereka dapat dari pemberian orang yang belas kasih…., mereka-mereka itu tak terhingga jumlahnya jadi bagaimana mau belajar musik? untuk mengenalnya pun mereka hanya bisa mendengarnya dengan gratis di pertokoan, warung-warung dan ditempat dimana orang menyediakan TV, Ironis…
1. Belajar piano selama satu minggu.
2. Belajar bernyanyi.
3. Belajar drama.
4. Tidak mengikuti apa-apa.
Lalu semua partisipan mengikuti test IQ pada pemulaan dan akhir semester. Hasilnya semua yang mengikuti kegiatan nilai rata-ratanya naik. Tapi anak-anak yang mengikuti pelajaran piano dan nyanyi mendapat nilai lebih. IQ mereka naik rata-rata menajdi 7,0 dibanding dengan nilai 4,3 untuk anak-anak di 2 kelompok itu.
Pada penelitian yang berbeda menjelaskan bahwa musik klasik dari beberapa komposer memiliki manfaat yang berbeda. Misalkan musik Mozart yang diperdengarkan di Edmonton, Kanada, musik gesek kuartet Mozart di beberapa taman yang dikenal rawan kejahatan. Hasilnya para pejalan kaki tampak lebih tenang.
Karena musik ini komplek strukturnya dan akan memicu pembentukan pola sel saraf (neuron) yang kompleks pula. Proses ini dibutuhkan saat terjadi aktivitas otak yang tinggi, seperti menyelesaikan matematika atau bermain catur. Cenderung repetitive, otomatis pola sel saraf menjadi sederhana pula. Mereka yang menggemari musik Mozart akan meningkatkan konsentrasi dan bagi anak-anak meningkatkan kecerdasan.
Musik Mozart mudah dihayati ketika didengarkan, charming, polos, penuh humor, cerdas, dan mampu mengajak menggali yang terbaik dalam diri kita. Seperti mendengarkan nomor Piano Concerto in C Mayor atau Piano Concerto In A Mayor.
Namun menurut penulis Don Campbell, dengan bukunya The Mozart Effect berbeda lagi dengan musik karya Johann Sebastian Bach. Sebastian memiliki otak matematika jenius, atau yang menghanyutkan seperti karya Beethoven.
**** Bagaimana dengan anak-anak INDONESIA? Berapa banyak yang bisa bernyanyi, bermain musik atau bahkan mengenal karya komposer seperti J. Sebastian Bach, Beethoven atau Mozart? Mungkin saya rasa hanya segelintir orang yang mendapat kesempatan belajar musik dan mengenal karya-karya mereka dan mendapat manfaat dari musik tersebut.
Bagaimana dengan segelintir yang lain yang jumlahnya banyak itu bahkan saya rasa mereka hanya akan nyengir kuda…, karena dalam pikiran mereka jangan kan memikirkan anak-anak akan pintar sedang untuk makan pagi saja mereka harus susah payah mendapatkan kesempatan hanya untuk sesuap NASI, dan kadang pun mereka dapat dari pemberian orang yang belas kasih…., mereka-mereka itu tak terhingga jumlahnya jadi bagaimana mau belajar musik? untuk mengenalnya pun mereka hanya bisa mendengarnya dengan gratis di pertokoan, warung-warung dan ditempat dimana orang menyediakan TV, Ironis…
No comments:
Post a Comment