Saturday, July 19, 2008

SUFISME & Penyempurnaan D I R I

Spesifikasi Buku

Judul Asli : Growth To Selfhood: The Sufi Contribution

Penerbit : Raja Grafindo Persada

Pengarang : A. Reza Arasteh

Tebal : 213 Hal.

Tahun : 2000

Harga : Rp. 13.000

Tgl Beli : Kamis, Apryl 5, 2001

Buku ini membahas pola-pola dan proses pertumbuhan menuju kesempurnaan diri di kalangan kaum Sufi. Menurut Sufi, diri yang sesungguhnya adalah bukan lingkungan dan kebudayaan yang tumbuh di dalam diri kita, melainkan pada dasarnya ia merupakan produk jagat raya dalam evolusi.

Kata “aku”, “dia” atau “ia” dengan lebih baik bisa mengindentifikasikan diri sejati dibandingkan “aku” atau “kami”. Dalam pengertian Sufisme terdiri dari dua tahapan :

  1. Lewat melampaui “aku” dan
  2. Menjadi sepenuhnya menyadari akan “aku”

Mungkin untuk pertama kali membaca buku ini akan banyak “bingung” dan “kacau pikiran” tapi jika terus memahaminya tidaklah begitu sulit karena Drs. Ilzamudin Ma’mur. MA. yang menterjemahkannya betul-betul mensesuaikan pada nalar pembaca, mungkin hanya masalah biasa dan tak biasa membaca buku jenis ini.

Mari membedah daftar isinya supaya anda lebih mudah menafsirkan seperti apa pembahasan buku ini;

  • Sifat organik diri dalam sufisme
  • Struktur dan anatomi diri konvesional
  • Agama:Mekanisme transisi pertumbuhan menuju kedirian
  • Dari seorang muslim menjadi Allah
  • Munculnya suara batin dan saat resolusi
  • Mekanisme ganda jalan Sufi, Tahapan perubahan kepribadian, Keadaan-keadaaan Psikis:Analisa Proses, Perubahan batin
  • Hirarki kepribadian Sufi
  • An;Saat kreatif : Titik puncak keSufian

Pembagian diri yang sudah kita ketahui adalah diri sebagi makhluk Tuhan dan diri makhluk sosial tapi di dunia Sufi membaginya dalam 7 bagian, susunan pada “diri konvensional” adalah variasi dari berbagai diri. Ia meliputi;

1. Diri parental

2. Diri generasi

3. Diri Sosial

4. Diri professional

5. Diri kebapakan atau keibuan

6. Diri nasional

7. Diri histories

Jalaludin Rumi mengatakan:”Aku makan cahaya yang merupakan esensi jiwa; aku tidak makan kaki kambing yang penuh dengan tulang”, tetapi banyak orang hidup untuk makan bukannya makan untuk hidup. Seringnya kita diperbudak oleh makanan.

Secara salah, kita percaya bahwa konflik atau pertentangan adalah wajar. Dan konflik adalah pembawaan sejak lahir dalam diri kita. Dan kita sering merenungkannya. Juga hal yang lain seringkali kita mengkultuskan “manusia tidak pernah PUAS”, ya, kesimpulan dari apa yang tidak pernah terpuaskan pada diri kita tapi apakah kita harus mencari kepuasan itu?..., jika pemahamannya manusia tidak pernah puas.

Saya rasa kita disini (dunia ini) kita adalah untuk mengubah konflik kepada keselarasan. Juga pada ketidak puasan yang ada didiri manusia bukanlah untuk mencari dan mencarinya terus menerus sampai terpuaskan karena jika pemahamannya adalah “manusia tidak pernah PUAS” lalu mengapa kita mencari KEPUASAN itu?...

Menurut saya banyak sekali manfaat dalam memahami buku ini selain mengajari pemikiran kita yang terkadang menurut kita dan ego adalah suatu kebenaran mutlak padahal kita sudah terjebak pada pemahaman umum yang tanpa disadari kita sudah terbawa arus mengikutinya padahal arus itu belum tentu menuju pada kebenaran yang hakiki lalu kita masuk dalam nalar pengkultusan sebuah kalimat tanpa nalar yang luas…

***

No comments: