Jumat, 07/11/2008 13:50 WIB
Jakarta - Turunnya harga premium sebesar Rp 500 ditanggapi apatis oleh masyarakat. Penurunan itu dianggap main-main. Masyarakat juga tak yakin apakah harga sembako dan tarif transportasi juga akan ikut turun?
"Yah cuma 500 perak sama saja bohong. Sama saja nggak ada penurunan. Kalau mau Rp 1.000 itu baru kelihatan ada penurunan," ujar Ijah (36) pembantu rumah tangga di kos-kosan kawasan Setiabudi, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2008).
Ijah juga pesimis penurunan BBM kali ini akan diikuti penurunan harga sembako. "Kayaknya
Nada apatis juga dilontarkan pedagang nasi warteg Iyem (50) di kawasan Setiabudi. Iyem malah mencurigai penurunan ini bernuansa politis.
"Ya itu mah paling mau ganti presiden aja. Kalau misalnya turun ya seneng, tapi ini kan paling mau ganti presiden. Ntar kalau presidennya naik lagi, harganya juga bakal naik lagi. Sama aja bohong. Kalau turun tuh separuh harga," tukas Iyem.
Apakah Iyem akan menurunkan harga makananannya?
"Nggak lah. Sekarang aja masih mahal, nggak ada pengaruhnya kalau cuma gopek doang," jawab Iyem.
Sedangkan salah satu karyawan bank swasta Anto (28) juga menyatakan apatisnya, kendati setuju.
"Kalau saya sih setuju saja sebesar Rp 500. Tapi apakah jika turunnya harga BBM pengaruh terhadap harga sembako yang sudah naik? Karena harga sembako yang sudah naik mengikuti harga BBM yang dulu, apakah itu akan turun?" tanya Anto.
Anto mengatakan penurunan itu hanya berdampak pada biaya transportasi bagi mereka yang membawa kendaraan pribadi.
"Tapi tarif-tarif ketika naik transportasi umum saya rasa tidak akan turun, kalau dari pemerintah tidak ada ketentuan untuk menurunkan tarif tadi," kata dia.
Jadi, imbuh dia, yang perlu dilakukan pemerintah menormalisasi tarif mengikuti harga BBM yang turun.
Sementara Samiarji (39) seorang tukang ojek di Setiabudi mengatakan akan menurunkan tarifnya bila pelanggannnya meminta.
"Kalau pelanggan minta ya kita kasih. Yang penting jangan merugikan pengeluaran kita buat motor," kata ujar Samiarji.
Samiarji tak seapatis Ijah dan Iyem. Buat dia, biarpun Rp 500, penurunan itu ada manfaatnya.
"Biar gopek kan buat ngimbangi ekonomi pemerintah. Kita mah oke-oke aja. Kita nggak ada masalah. Kalau buat tukang ojek kayak saya ada manfatannya juga. Kita bisa ngisiin buat celengan kita," jawab dia. sama aja, kalau Rp 1.000 masih mending ada pengaruhnya. Kalau ini nggak ada pengaruhnya," tukas Ijah.
Original News
Jakarta - Turunnya harga premium sebesar Rp 500 ditanggapi apatis oleh masyarakat. Penurunan itu dianggap main-main. Masyarakat juga tak yakin apakah harga sembako dan tarif transportasi juga akan ikut turun?
"Yah cuma 500 perak sama saja bohong. Sama saja nggak ada penurunan. Kalau mau Rp 1.000 itu baru kelihatan ada penurunan," ujar Ijah (36) pembantu rumah tangga di kos-kosan kawasan Setiabudi, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2008).
Ijah juga pesimis penurunan BBM kali ini akan diikuti penurunan harga sembako. "Kayaknya
Nada apatis juga dilontarkan pedagang nasi warteg Iyem (50) di kawasan Setiabudi. Iyem malah mencurigai penurunan ini bernuansa politis.
"Ya itu mah paling mau ganti presiden aja. Kalau misalnya turun ya seneng, tapi ini kan paling mau ganti presiden. Ntar kalau presidennya naik lagi, harganya juga bakal naik lagi. Sama aja bohong. Kalau turun tuh separuh harga," tukas Iyem.
Apakah Iyem akan menurunkan harga makananannya?
"Nggak lah. Sekarang aja masih mahal, nggak ada pengaruhnya kalau cuma gopek doang," jawab Iyem.
Sedangkan salah satu karyawan bank swasta Anto (28) juga menyatakan apatisnya, kendati setuju.
"Kalau saya sih setuju saja sebesar Rp 500. Tapi apakah jika turunnya harga BBM pengaruh terhadap harga sembako yang sudah naik? Karena harga sembako yang sudah naik mengikuti harga BBM yang dulu, apakah itu akan turun?" tanya Anto.
Anto mengatakan penurunan itu hanya berdampak pada biaya transportasi bagi mereka yang membawa kendaraan pribadi.
"Tapi tarif-tarif ketika naik transportasi umum saya rasa tidak akan turun, kalau dari pemerintah tidak ada ketentuan untuk menurunkan tarif tadi," kata dia.
Jadi, imbuh dia, yang perlu dilakukan pemerintah menormalisasi tarif mengikuti harga BBM yang turun.
Sementara Samiarji (39) seorang tukang ojek di Setiabudi mengatakan akan menurunkan tarifnya bila pelanggannnya meminta.
"Kalau pelanggan minta ya kita kasih. Yang penting jangan merugikan pengeluaran kita buat motor," kata ujar Samiarji.
Samiarji tak seapatis Ijah dan Iyem. Buat dia, biarpun Rp 500, penurunan itu ada manfaatnya.
"Biar gopek kan buat ngimbangi ekonomi pemerintah. Kita mah oke-oke aja. Kita nggak ada masalah. Kalau buat tukang ojek kayak saya ada manfatannya juga. Kita bisa ngisiin buat celengan kita," jawab dia. sama aja, kalau Rp 1.000 masih mending ada pengaruhnya. Kalau ini nggak ada pengaruhnya," tukas Ijah.
Original News
No comments:
Post a Comment