Saturday, May 3, 2008

MASJID DAN PASAR

Nabi saw pernah berpesan, “Tempat yang paling disukai Allah adalah masjid, dan tempat yang dibenci Allah adalah pasar” (Riwayat Muslim). Kalau bisa , janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang pertama masuk pasar dan jangan pula menjadi orang terakhir keluar dari pasar; karena di pasar itulah sesungguhnya wilayah perjuangan syetan, dan di pasar itu pula syetan memancangkan benderanya” (Riwayat Muslim).

Ini adalah salah satu cara nabi dalam menjelaskan logika baik dan buruk. Masjid diletakkan sebagai simbol transaksi kebaikan dan pasar ditempatkan sebagai arena transaksi kejahatan. Diibaratkan wilayah yang berkebalikan nilai: baik dan buruk. Masjid adalah tempat orang mempersiapkan hidup, dan pasar adalah wadah orang mempertahankan hidup.

Seolah-olah ingin mengatakan, “Jadilah kamu sebagai orang pertama yang melakukan kebaikan: tetapi janganlah menjadi orang pertama yang melakukan kejahatan; dan jangan pula menjadi orang terakhir yang melakukan pertobatan.”

Masjid tempatnya orang menebar kebaikan, disana nama Tuhan disuarakan, baik dengan sikap tulus maupun terpaksa. Tetapi, kalau di pasar, persoalan ketulusan dan keterpaksaan segera menjadi jelas dan gmblang. Dan di pasar pula peluang melakukan kejahatan publik menjadi sangat terbuka. Ini bukan berarti di pasar tidak ada kebaikan, tapi hakekat pasar adalah wilayah yang dekat dengan perjuangan hidup, maka orang akan melakukan apa saja asal bisa mempertahankannya, meski harus mempertaruhkan nyawa sekalipun. Karena di pasar, penipuan sabotase kehidupan, seringkali dilakukan. Sementara di masjid, penipuan dan sabotase mungkin saja ada, tetapi peluangnya amat sempit dan kecil.

Ketika manusia hendak bersikap curang dan culas, pastilah syetan akan segera mengambil keuntungan untuk menjerumuskannya. Dan di pasar, hal itu dengan gampang dapat dibuktikan. Dan untuk meningkatkan ketaqwaan manusia itu adalah di pasar, bukan di masjid. Mengapa?.

Karena di pasarlah ujian ketaqwaan itu segera terbaca, ketika di masjid tidak ada ujian, semua berjalan baik-baik saja. Tetapi, kalau di pasar itu berbeda; pertarungan dan persaingan hidup menjadi tinggi dan keras, maka godaan dan ujian (imtihan) dalam mempertahankan kredibilitas diri pun menjadi kian berat pula. Sedangkan manusia bertaqwa adalah jika sudah teruji dan diseleksi kapasitas ketaqwaannya.

Untuk itu seharusnya menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar tidak boleh berwajah ganda.

Hakekat ucapan nabi saw bermaksud, apa yang terjadi di masjid hendaklah memancarkan cahayanya ke luar hingga ke pasar, dan apa yang terjadi di pasar hendaknya merefleksikan keadabannya seperti apa yang di masjid. (Rina)

No comments: